A. KEBIJAKAN
DAN KESIAPAN INDONESIA DI BIDANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Dalam dasawarsa terakhir ini, telah
semakin nyata bahwa pembangunan harus bersandarkan pada industri yang
menghasilkan nilai tambah yang tinggi. Kesepakatan Indonesia untuk
merealisasikan gagasan mengenai ASEAN Free Trade Area (AFTA) serta
keikutsertaan Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) dan Asia
Pacific Economic Cooperation (APEC), telah menunjukan keseriusan Pemerintah
dalam mendukung sistem perekonomian yang bebas/terbuka, dan secara tidak
langsung memacu perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk lebih meningkatkan
daya saingnya.
Semakin derasnya arus perdagangan bebas, yang
menuntut makin tingginya kualitas produk yang dihasilkan terbuti semakin memacu
pekembangan teknologi yang mendukung kebutuhan tersebut. Seiring dengan hal
tersebut, pentingnya peranan hak kekayaan intelektual dalam mendukung
perkembangan teknologi kiranya telah semakin disadari. Hal ini tercermin dari
tingginya jumlah permohonan hak cipta, paten, dan merek, serta cukup banyaknya
permohonan desain industri yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sebagaimana
yang terlihat pada lampiran 1.
Pemerintah sangat menyadari bahwa
implementasi sistem hak kekayaan intelektual merupakan suatu tugas besar.
Terlebih lagi dengan keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WTO dengan
konsekuensi melaksanakan ketentuan Agreement on Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS), sesuai dengan Undang-undang
Nomor 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia).
Berdasarkan pengalaman selama ini, peran serta berbagai instansi dan lembaga,
baik dari bidang pemerintahan maupun dari bidang swasta, serta koordinasi yang
baik di antara senua pihak merupakan hal yang mutlak diperlukan guna mencapai
hasil pelaksanaan sistem hak kekayaan intelektual yang efektif.
Pelaksanaan sistem hak kekayaan intelektual yang
baik bukan saja memerlukan peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan
intelektual yang tepat, tetapi perlu pula didukung oleh administrasi, penegakan
hukum serta program sosialisasi yang optimal tentang hak kekayaan intelektual.
A.1a. Peraturan Perundang-undangan dan
Konvensi-konvensi International.
Pada saat ini Indonesia telah memiliki perangkat peraturan
perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual yang cukup memadai dan
tidak bertentangan dengan ketentuan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam
Persetujuan TRIPS. Peraturan perundang-undangan dimaksud mencakup :
1. Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan
Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang No. 7 tahun 1987 (UU Hak Cipta); dalam waktu dekat,
Undang-undang ini akan direvisi untuk mengakomodasikan perkembangan mutakhir
dibidang hak cipta;
2. Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman;
3. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang;
4. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain
Industri;
5. Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu;
6. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (UU
Paten); dan
7. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek;
Di Indonesia, sistem perlindungan merek telah
dimulai sejak tahun 1961, sistem perlindungan hak cipta dimulai sejak tahun
1982, sedangkan sistem paten baru dimulai sejak tahun 1991. Sebelum
disempurnakan melalui peraturan perundang-undangan yang ditetapkan pada tahun
2001, beberapa waktu yang lalu (tahun 1997) terhadap ketiga peraturan
perundang-undangan tersebut telah dilakukan perubahan untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan dan Persetujuan TRIPS. Sebagaimana dimaklumi, Persetujuan TRIPS
merupakan kesepakatan internasional yang paling comprehensif, dan merupakan
suatu perpaduan yang unik dari prinsip-prinsip dasar GATT
– General Agreement
on Tariff and Trade (khususnya tentang national treatment dan
most-favoured nation) dengan ketentuan-ketentuan substantif dari
kesepakatan-kesepakatan internasional bidang hak kekayaan intelektual, antara
lain Paris Convention for the protection of
Sejalan dengan perubahan berbagai undang-undang
tersebut di atas, Indonesia juga telah meratifikasi 5 konvensi internasional di
bidang hak kekayaan intelektual, yaitu sebagai berikut :
Paris
Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention
Establishing the World Intellectual Property Organization (Keputusan
Presiden No. 15 tahun 1997 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden No. 24
Tahun 1979);
Patent
Cooperation Treaty (PCT) and Regulation under the PCT (Keputusan
Presiden No. 16 Tahun 1997);
Trademark
Law Treaty (Keputusan Preiden No. 17 Tahun 1997);
Berne
Convention for the Protection of Literary and Artisctic Works (Keputusan
Presiden No. 18 Tahun 1997);
WIPO
Copyright Treaty (Keputusan Presiden No. 19 Tahun 1997);
A. 1. b Administrasi Hak Kekayaan Intelektual
Secara
institusional, pada saat ini telah ada Direktorat Jendral Hak Kekayaan
Intelektual yang tugas dan fungsi utamanya adalah menyelenggarakan administrasi
hak cipta paten, merek, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (semula disebut Direktorat
Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek) dibentuk pada thaun 1998. Direktorat
Jendral Hak Kekayaan Intelektual yang baik sebagaimana yang diharapkan oleh
masyarakat, baik yang berasal dari dunia industri dan perdagangan, maupun dari
institusi yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan.
Sejauh
ini pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
berjumlah 450 orang. Dibandingkan dengan yang ada di beberapa negara yang telah
maju. Direktorat Jendral HaKI merupakan institusi yang relatif masih muda/naru.
Oleh sebab itu, dapat dimaklumi seandainya dalam pelaksanaan tugasnya, masih
dijumpai berbagai macam kendala. Walaupun demikian, melalui berbagai program
pelatihan yang intensif telah ada beberapa staf yang memiliki pengetahuan yang
cukup memadai guna mendukung peningkatan sistem hak kekayaan intlektual
sebagaimana diharapkan.
Perlu pula kiranya dikemukakan bahwa dalam rangka
lebih meningkatkan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat, sejak januari 2000,
pengajuan permohonan hak kekayaan intelektual dapat dilakukan di Kantor-kantor
Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Selanjutnya, Kantor-kantor
Wilayah akan menyampaikan permohonan tersebut kepada Direktorat Jenderal HaKI
untuk diproses ebih lanjut. Di samping itu, pada saat ini, dengan bantuan World
Bank sedang dilaksanakan penyempurnaan sistem otomasi di Direktorat Jenderal
HaKI yang diharapkan dapat lebih menunjang proses administrasi dimaksud.
Tidak
sebagaimana bidang kekayaan intelektual lain yang administrasinya dikelola oleh
Direktorat Jenderal HaKI, bidang varietas tanaman ditangani oleh Departemen
Pertanian.
A.1.C Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual
Sebagaimana
telah dikemukakan diatas, keterlibatan berbagai pihak secara terkoordinasi dan
intensif sangat diperlukan untuk menjamin terlaksananya sistem hak kekayaan
intelektual yang diharapkan.
Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 189
Tahun 1998, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia cq. Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual telah ditugasi melakukan koordinasi dengan semua
instansi Pemerintah yang berkompeten mengenai segala kegiatan dan permasalahan
di bidang hak kekayaan intelektual.
Sumber : https://kemenperin.go.id/download/140/Kebijakan-Pemerintah-dalam-Perlindungan-Hak-Kekayaan-Intelektual-dan-Liberalisasi-Perdagangan-Profesi-di-Bidang-Hukum.pdf