A.
PENDAHULUAN
UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
menegaskan bahwa sasaran utama pembangunan jangka panjang adalah terciptanya
landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas
kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila. Di bidang ekonomi, sasaran pokok yang hendak dicapai dalam
pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan
industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia
sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan
bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi.
Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian
pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam
rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak
hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah
melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka
panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan
yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri
bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat
sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang,
tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja,
meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor
hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan
perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan,
dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan
industri. Dalam rangka kebutuhan inilah undang-undang tentang Perindustrian ini
disusun.
Masalah ini menjadi semakin terasa penting,
terutama apabila dikaitkan dengan kenyataan yang ada hingga saat ini bahwa
peraturan-peraturan yang digunakan bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
industri selama ini dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena hanya mengatur
beberapa segi tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan itupun
seringkali tidak berkaitan satu dengan yang lain. Apabila Undang-Undang ini
dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum yang kokoh dalam upaya pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya, tidaklah hal ini
perlu diartikan bahwa Undang-Undang ini akan memberikan kemungkinan terhadap
penguasaan yang bersifat mutlak atas setiap cabang industri oleh Negara.
Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara telah secara jelas
dan tegas menunjukkan bahwa dalam kegiatan ekonomi, termasuk industri, harus
dihindarkan timbulnya "etatisme" dan sistem "free fight
liberalism". Sebaliknya melalui Undang-Undang ini upaya pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan industri diberi arah kemana dan bagaimana
pembangunan industri ini harus dilakukan, dengan sebesar mungkin memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk berperan secara aktif.
Undang-undang ini secara tegas menyatakan bahwa
pembangunan industri ini harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi. Dengan
landasan ini, kegiatan usaha industri pada hakekatnya terbuka untuk diusahakan
masyarakat. Undang-Undang ini menentukan cabang-cabang industri yang penting
dan strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara, hal ini sebenarnya memang menjadi salah satu sendi daripada demokrasi
ekonomi itu sendiri. Begitu pula penetapan bidang usaha industri yang masuk
dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan
tradisional dan industri penghasil benda seni dapat diusahakan hanya oleh Warga
Negara Republik Indonesia. Dengan landasan ini, upaya pengaturan, pembinaan,
dan pengembangan yang dilakukan Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim
usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha
industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar
dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang
sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang
besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.
B. Sejarah Industri
Industri berawal dari pekerjaan tukang atau juru.
Sesudah mata pencaharian hidup berpindah-pindah sebagai pemetik hasil bumi,
pemburu dan nelayan di zaman purba, manusia tinggal menetap, membangun rumah
dan mengolah tanah dengan bertani dan berkebun serta beternak. Kebutuhan mereka
berkembang misalnya untuk mendapatkan alat pemetik hasil bumi, alat berburu,
alat menangkap ikan, alat bertani, berkebun, alat untuk menambang sesuatu,
bahkan alat untuk berperang serta alat-alat rumah tangga. Para tukang dan juru
timbul sebagai sumber alat-alat dan barang-barang yang diperlukan itu. Dari
situ mulailah berkembang kerajinan dan pertukangan yang menghasilkan
barang-barang kebutuhan. Untuk menjadi pengrajin dan tukang yang baik diadakan
pola pendidikan magang, dan untuk menjaga mutu hasil kerajinan dan pertukangan
di Eropa dibentuk berbagai gilda (perhimpunan tukang dan juru sebagai cikal
bakal berbagai asosiasi sekarang).
Pertambangan besi dan baja mengalami kemajuan
pesat pada abad pertengahan. Selanjutnya pertambangan bahan bakar seperti
batubara, minyak bumi dan gas maju pesat pula. Kedua hal itu memacu kemajuan
teknologi permesinan, dimulai dengan penemuan mesin uap yang selanjutnya
membuka jalan pada pembuatan dan perdagangan barang secara besar-besaran dan
massal pada akhir abad 18 dan awal abad 19. Mulanya timbul pabrik-pabrik
tekstil (Lille dan Manchester) dan kereta api, lalu industri baja (Essen) dan
galangan kapal, pabrik mobil (Detroit), pabrik alumunium. Dari kebutuhan akan
pewarnaan dalam pabrik-pabrik tekstil berkembang industri kimia dan farmasi. Terjadilah
Revolusi Industri.
Sejak itu gelombang industrialisasi berupa
pendirian pabrik-pabrik produksi barang secara massal, pemanfaatan tenaga
buruh, dengan cepat melanda seluruh dunia, berbenturan dengan upaya tradisional
di bidang pertanian (agrikultur). Sejak itu timbul berbagai penggolongan ragam
industri.
C. Pengertian Industri
Industri berasal dari bahasa latin industria
yang artinya buruh (tenaga kerja) dan industrios yang artinya kerja keras. Kata
industri yang diambil dari bahasa Inggris Industry, menurut kamus Webster’s New
School and Office Dictionary memiliki arti sebagai berikut:
1. Bekerja dengan rajin secara terus-menerus
2. Penataan pekerjaan dan pelaksanaan pekerjaan
dan seterusnya
3. Cabang khusus dari seni, kerajinan, bisnis,
dan seterusnya
4. Suatu kumpulan perusahaan/organisasi produksi
untuk jenis produk tertentu
5. Keseluruhan perusahaan manufaktur/produktif
Menurut UU No. 05 Tahun 1984, Perindustrian
adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri.
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah, bahan baku,
barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih
tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri. Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan industri, yaitu
kelompok industri hulu atau disebut juga kelompok industri dasar, kelompok
industri hilir, dan kelompok industri kecil.
D. Klasifikasi Industri
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Perindustrian Indonesia No.19/M/I/1986, industri dibedakan menjadi:
1. Industri kimia dasar: misalnya industri
semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb
2. Industri mesin dan logam dasar: misalnya
industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dan lain-lain.
3. Industri kecil: industri roti, kompor minyak,
makanan ringan, es, minyak goreng curah, dll
4. Aneka industri: industri pakaian, industri
makanan dan minuman, dan lain-lain.
Klasifikasi oleh International Standard
Industrial Classification (ISIC) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa didasarkan
atas kemiripan bahan baku dan cara-cara produksi, maka industri terbagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu:
1. Industri pertanian, peternakan, kehutanan dan
perikanan
2. Industri pertambangan
3. Industri manufaktur
4. Industri listrik, gas dan air
5. Industri konstruksi
6. Industri transportasi, pergudangan dan
komunikasi
7. Industri perdagangan grosir dan eceran,
restoran dan hotel
8. Industri keuangan, asuransi, properti dan jasa-jasa
bisnis
9. Industri jasa masyarakat, sosial dan personal
10. Industri lainnya
Berdasarkan tempat bahan baku, industri
dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Industri ekstraktif
Industri ekstraktif adalah industri yang bahan
baku diambil langsung dari alam sekitar, contoh: pertanian, perkebunan,
perhutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, dan lain lain. Industri
ekstratif dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Industri reproduktif adalah industri yang
mengambil bahan bakunya dari alam, tetapi selalu mengganti kembali setelah
mengambilnya.
b. Industri manufaktur adalah industri yang
mengolah bahan baku menjadi barang jadi, hasilnya digunakan untuk industri
lain.
2. Industri nonekstaktif
Industri nonekstaktif adalah industri yang bahan
baku didapat dari tempat lain selain alam sekitar.
3. Industri fasilitatif
Industri fasilitatif adalah industri yang produk
utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumennya, contoh:
Asuransi, perbankan, transportasi, ekspedisi, dan lain sebagainya.
Berdasarkan besar kecilnya modal, industri dapat
dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Industri padat modal adalah industri yang
dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun
pembangunannya.
2. Industri padat karya adalah industri yang
lebih dititik beratkan pada sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam
pembangunan serta pengoperasiannya.
Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri dapat
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Industri rumah tangga adalah industri yang
jumlah karyawan atau tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang.
2. Industri kecil adalah industri yang jumlah
karyawan atau tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang.
3. Industri sedang atau industri menengah adalah
industri yang jumlah karyawan atau tenaga kerja berjumlah antara 20-99 orang.
4. Industri besar adalah industri yang jumlah
karyawan atau tenaga kerja berjumlah antara 100 orang atau lebih.
Berdasarkan pemilihan lokasi, industri dapat
dikelompokkan atas 3 jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Industri yang berorientasi atau
menitikberatkan pada pasar (market oriented industry) adalah industri yang
didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen. Industri jenis ini akan
mendekati kantong-kantong di mana konsumen potensial berada. Semakin dekat ke
pasar akan semakin menjadi lebih baik.
2. Industri yang berorientasi atau
menitikberatkan pada tenaga kerja atau labor (man power oriented industry)
adalah industri yang berada pada lokasi di pusat pemukiman penduduk karena
bisanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak pekerja atau pegawai untuk
lebih efektif dan efisien.
3. Industri yang berorientasi atau
menitikberatkan pada bahan baku (supply oriented industry) adalah jenis
industri yang mendekati lokasi di mana bahan baku berada untuk memangkas atau
memotong biaya transportasi yang besar.
Berdasarkan tahap pengolahan sumber daya alam,
industri dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Industri primer atau industri ekstraksi
adalah industri yang menggali dan mengolah sumber daya alam langsung dari bumi,
dalam hal ini tercakup industri pertanian dan pertambangan.
2. Industri sekunder atau industri pabrikasi
adalah industri yang mengolah lebih lanjut hasil-hasil dari industry primer,
contoh industri semen, industri kertas, industri kain, industri mobil, dan
sebagainya.
3. Industri tersier atau industri distribusi
adalah industri jasa yang mendistribusikan hasil-hasil produksi industri primer
maupun sekunder ke tangan para konsumen, contoh agen mobil, toko-toko,
perusahaan distributor dan sebagainya.
Berdasarkan asal modal, industri dibedakan
menjadi 3 jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Industri PMDN (Penanaman Modal dalam Negri)
adalah industri yang modalnya secara keseluruhan berasal dari penanaman modal
dalam negri oleh para pengusaha swasta nasional atau pemerintah.
2. Industri PMA (Penanaman Modal Asing) adalah
industri yang modalnya sebagaian besar atau keseluruhan berasal dari penanaman
modal asing. Contoh: PT. Cocacola, PT. Uniliver, dan lain-lain.
3. Industri patungan adalah industri yang
modalnya berasal dari kerja sama antar swasta nasional dan industri asia dengan
presentase jumlah modal yang sesuai dengan peraturan penanaman modal di
Indonesia.
Berdasarkan tahapan produksi, industri dibedakan
menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Industri hulu atau industri dasar adalah
industri yang mengolah bahan mentah, bahan baku dan bahan setengah jadi.
2. Industri hilir adalah industri yang mengolah
bahan-bahan setengah jadi menjadi brang jadi.
Berdasarkan sifat proses produksi berkaitan
dengan bahan baku yang diproses, industri terbagi menjadi dua jenis, yaitu
sebagai berikut:
1. Industri proses kontinyu yaitu industri yang
bahan bakunya diolah secara kontinyu seperti industri semen, industri cat,
industri cat, dan sebagainya. Disini antara keluaran mesin yang satu dengan
yang lain tidak ada keterputusan, sehingga bahan baku mengalir terus sampai
menjadi produk.
2. Industri produk diskrit, yaitu bahan baku
ketika berpindah dari mesin ke mesin terputus-putus tahap pengerjaannya
(diskrit), contoh mobil, TV, sepatu, pakaian, mebel dan sebagainya.
E. Landasan dan Tujuan Pembangunan Industri
Menurut UU RI No. 05 Tahun 1984 pasal 2,
Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi, kepercayaan pada kemampuan
dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian lingkungan hidup.
Berdasarkan pasal 3 UU RI No. 05 Tahun 1984, tujuan pembangunan industri adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam,
dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian
lingkungan hidup;
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara
bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat,
dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan
lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah
bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
3. Meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta
mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan
terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4. Meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan
kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif
dalam pembangunan industri;
5. Memperluas dan memeratakan kesempatan kerja
dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
6. Meningkatkan penerimaan devisa melalui
peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan
devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna
mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan
industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan
Nusantara;
8. Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional
yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.
F. EFEKTIVITAS PENERAPAN UNDANG-UNDANG
PERINDUSTRIAN
Indonesia merupakan negara yang ada dan
keberadaannya diperoleh melalui perjalanan sejarah yang cukup panjang dan
dengan segala perjuangannya berhasil memperoleh pengakuan dunia internasional
dengan asas negara nusantara dalam penentuan wilayah negara meliputi seluruh
daratan, pulau, laut, dan sekitarnya. Tidak dipungkiri bahwa kemajemukan
masyarakat dan potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, baik dalam bentuk
sumber daya manusia dan sumber daya alam serta potensi-potensi lainnya yang
masih belum digali merupakan aset yang bernilai sangat tinggi dan sangat strategis
tetapi masih tidak dioptimalkan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang
menjadi incaran para investor asing sebagai lokasi penanaman modal dan usaha.
Komponen-komponen yang turut menjadi daya tarik bagi investor asing selain
sumber kekayaan alam yang tersedia dan sumber daya manusia yang banyak, secara
lebih mendalam adalah tingkat populasi masyarakat Indonesia. Tingginya tingkat
populasi masyarakat Indonesia mengakibatkan harga tenaga kerja Indonesia
relatif murah dan bersaing dengan tenaga kerja mancanegara lainnya seperti
China.
Peran serta negara-negara asing dalam proses
pembangunan negara Republik Indonesia dipandang sebagai suatu hal yang penting
dan signifikan. Persoalan Penanaman modal asing juga menjadi satu bahasan
tersendiri di Undang-Undang tentang Perindustrian ini, hanya saja pengaturannya
masih sangat umum. Penanaman modal asing dibahas dalam Undang-Undang tersendiri
tentang yaitu Undang-Undang tentang Penanaman modal asing. Banyak kalangan yang
mengatakan bahwa Undang-Undang tersebut masih menguntungkan pihak investor
asing dan tidak berpihak pada industri-industri kecil di Indonesia.
Selain persoalan diatas, dalam Undang-Undang
tentang perindustrian juga diatur tentang Izin Usaha. Yang secara detail
pengaturannya juga ada pada peraturan tersendiri. Walaupun hal itu sudah
diatur, tetapi masih saja ada permasalahan. Ada sebagian kalangan yang
mengeluhkan lamanya pengurusan izin usaha industri. Birokrasinya masih terlalu
ribet untuk ukuran izin mendirikan suatu usaha. Kegelisahan ini kemudian
ditanggapi oleh pemerintah dengan menerapkan sistem pintu. Tetapi bagi sebagian
kalangan, ini pun masih menyisakan persoalan, yaitu ada banyaknya jenis usaha
yang dilayani. Belum lagi adanya pungli-pungli yang membikin resah kebanyakan
orang yang ingin meminta surat izin mendirikan usaha.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984
tentang Perindustrian, diatur mengenai cabang industri yang dikuasai oleh
negara yaitu cabang industri yang penting dan strategis yang menguasai hajat
hidup orang banyak, diantaranya:
1. Memenuhi kebutuhan yang sangat pokok bagi
kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat hidup orang banyak.
2. Mengolah suatu bahan mentah strategis.
3. Berkaitan langsung dengan kepentingan
pertahanan dan kemanaan negara.
Dari aturan itu jelas bahwa jika ada sektor
industri yang menguasai hajat hidup orang banyak tetapi ternyata di kuasai bukan
oleh negara, maka itu merupakan suatu bentuk penyimpangan dari aturan yang
telah ada.
Menurut amanah UUD 1945, sistem ekonomi yang
digunakan oleh Indonesia adalah sistem ekonomi Pancasila. Sistem Ekonomi
Pancasila memiliki empat ciri yang menonjol, yaitu :
1. Yang menguasai hajat hidup orang banyak
adalah negara / pemerintah. Contoh hajad hidup orang banyak yakni seperti air,
bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi, dan lain sebagainya.
2. Peran negara adalah penting namun tidak
dominan, dan begitu juga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting
namun tidak mendominasi. Sehingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal
maupun sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup
beriringan, berdampingan secara damai dan saling mendukung.
3. Masyarakat adalah bagian yang penting di mana
kegiatan produksi dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi
oleh anggota masyarakat.
4. Modal atau pun buruh tidak mendominasi
perekonomian karena didasari atas asas kekeluargaan antar sesama manusia.
Jadi, segala macam sektor industri yang itu
sangat berkaitan erat dengan hajat hidup orang banyak, mau tidak mau harus
dikuasai oleh negara. Walaupun memang dengan adanya penanaman modal asing,
memungkinkan pihak asing memiliki saham di perusahaan tersebut, tetapi tetap
saja pemilik atau yang menguasai haruslah negara.
Kenyataan saat ini berbicara sebaliknya. Bahwa
banyak sektor-sektor industri yang sebetulnya berkaitan erat dengan hajat hidup
orang banyak, dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing. Ambillah contoh
Freeport, Exon Mobil, dan lain-lain. Perusahaan itu merupakan perusahaan yang
bergerak di bidang perminyakan dan pertambangan dan itu berkaitan dengan hajat
hidup orang banyak. Jadi, belum ada ketegasan dari pemerintah untuk menegakkan
aturan-aturan hukum yang sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984
tentang Perindustrian.
Sumber:
Http://organisasi.org/pengertian_definisi_macam_jenis_dan_penggolongan_industri_di_indonesia_perekonomian_bisnis