Membangun keluarga sangat terkait
dengan berbagai kendala dan pengaruh. Terlebih di tengah arus deras globalisasi
yang serba terbuka, kompetitif di semua bidang yang tanpa disadari turut
merubah gaya hidup dan pola perilaku. Konsekuensi dari era globalisasi banyak
membawa warna bagi keluarga Indonesia. Sejatinya keluarga seperti apakah yang
menjadi impian, pilihan dan harapan bagi keluarga-keluarga di Indonesia. Di era
globalisasi saat ini, realita kualitas keluarga ditengarai semakin tidak peduli
akan eksistensi keluarga sebagai lingkungan awal proses pemanusiaan. Padahal,
keluarga yang secara umum merupakan unit terkecil dari masyarakat terdiri dari
bapak, ibu, dan anak, atau bapak dengan anaknya bila ibunya sudah tidak ada,
atau juga ibu dengan anaknya bila bapaknya sudah tidak ada, merupakan tempat
untuk pendidikan dan pembentukan watak, moral, serta melatih kebersamaan
sebagai bekal kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Keluarga juga
merupakan tempat bermuara dan berlabuhnya semua persoalan sosial
kemasyarakatan. Sehingga, diperlukan kedamaian dan ketenangan suasananya.
Keluarga juga merupakan tempat untuk
saling memberi kehangatan, perlindungan dan cinta kasih. Karena keluarga itu
memang memiliki fungsi sosial, budaya, perlindungan, ekonomi, pendidikan, dan
sebagainya."Kualitas suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas keluarga
sebagai unit terkecil dari masyarakat. Keluarga juga diyakini sebagai wadah
pertama dan utama dalam pembentukan kepribadian manusia. Karena dalam keluarga
terdapat rangkaian interaksi sosial yang terkait dengan peran dan fungsi
keluarga seperti fungsi keagamaan, budaya, cinta kasih, perlindungan,
reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan,"
ujar H Kusman, BA, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Magetan untuk membangun keluarga
berkualitas, lanjut Kusman, maka dalam praktek sehari-hari kita hendaknya untuk
lebih memberikan perhatian terhadap peran dan fungsi masing-masing anggota
keluarga dalam suasana komunikasi dan interaksi yang harmonis yang pada
akhirnya akan memberikan ketahanan keluarga yang lebih baik. Untuk itu, ujarnya
lagi, setiap keluarga perlu mewujudkan suasana budaya 'dialog' yang lebih terbuka
baik di antara anggota keluarga maupun dengan masyarakat di lingkungannya.
Dengan keterbukaan yang didasari dengan rasa saling mengasihi dan saling
pengertian sesama keluarga dan sesama warga bangsa, akan dapat melahirkan
keluarga dan masyarakat yang berkepribadian dan bermoral tinggi dengan tidak
meninggalkan nilai-nilai sosial budaya bangsa Indonesia, sebagai pilar
pembangunan bangsa. "Karena dengan semakin banyak terwujudnya keluarga
berkualitas akan menciptakan bangsa yang bermartabat," tandas Kusman
seraya menambahkan, "keluarga adalah lembaga terkecil masyarakat. Jika
keluarga memiliki ketahanan, dalam arti sejahtera lahir dan batin maka keluarga
itu akan menjadi pilar pembangunan bangsa. Jika keluarga berkualitas maka
bangsa pun akan bermartabat, artinya bangsa itu mempunyai kehormatan dan harga
diri berhadapan dengan bangsa-bangsa yang lain." Menurutnya, di era
globalisasi yang serba cepat, terbuka, disertai adanya persaingan bebas,
terutama melalui media informasi (berteknologi tinggi) menyebabkan serasa tidak
ada jarak, baik waktu maupun tempat. Kejadian atau peristiwa di kota-kota,
bahkan di negara-negara lain dengan mudah dan cepat dapat diakses oleh seluruh
masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. "Hal tersebut akan
sangat berpengaruh pada pola hidup yang cenderung materialistis dan
individualistik serta lunturnya budaya kebersamaan dan kegotongroyongan,"
ujar Kusman. Akibatnya sekarang, sambung dia, mulai menjadi sulit ditemukan
sikap sopan santun, kegotongroyongan dan sikap kepedulian sosial. Sedangkan
gaya hidup onsumeristik dengan kemewahan merupakan fenomena umum yang dapat
menyebabkan cara pencapaiannya melalui jalan pintas. Maka untuk membentengi
keluarga-keluarga tersebut, cara tepat adalah dengan pendidikan agama, budi
pekerti, dan sikap mental yang dimulai dari keluarga. Karena itu Kusman
berpendapat, tatanan moral, akhlak, budi luhur dan rasa hormat harus dikuatkan
dalam keluarga, sebagai dasar agar keluarga tersebut menjadi keluarga beradab
dan berkualitas yang memiliki budi luhur. "Tanpa tatanan moral, akhlak,
budi luhur dan rasa hormat yang dimulai dari setiap keluarga melalui pendidikan
agama dan keteladanan, maka tatanan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara
akan rapuh. Keluarga disebut beradab, apabila memiliki moral, akhlak, etika dan
budi luhur untuk mencapai keluarga yang berkualitas.
OPINI :
Menurut pendapat saya tentang
keluarga-keluarga di Indonesia, memang kebanyakan masih kurang menempatkan
dalam keluarga sebagai tempat untuk memecahkan berbagai problem yang perlu
peranan, antara ayah, ibu, dan anak. Sehingga, tidak heran apabila terjadi anak
akan memecahkan persoalannya itu sendiri yang belum tentu baik. Hal itu bisa
terjadi karena banyak factor-faktor, salah satunya adalah dalam masalah
ekonomi. Akibat persoalan dalam ekonomi ini bisa berdampak buruk bagi
perjalanan dan terciptanya keharmonisan dalam keluarga tersebut. Memelihara dan
menjaga suatu keharmonisan menjadi sebuah keharusan bagi setiap keluarga.
Sumber
: Hari
Setiyowanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar